Fenomena Haji Muhidin




Siapa yang tidak kenal dengan tokoh Haji Muhidin di sinetron yang tayang di RCTI " Tukang Bubur Naik Haji ". Bagi pecinta sinetron keluarga di televisi, yang kebanyakan ibu-ibu meski tingkat usia yang lainnya juga banyak yang menjadi penonton setianya, sosok Haji Muhidin sangat melekat, meski sifat antagonisnyalah yang melekat di hati para pemirsa penonton setia sinetron ini.  Tertarik menulis mengenai Haji Muhidin berawal dari perbincangan ibu-ibu di kampung yang begitu gregetan katanya dengan sosok antagonis di sinetron ini yang terkenal dengan haji dua kalinya ini, termasuk Ibu Saya sendiri.  Dalam hati saya kagum dengan pemeran Haji Muhidin dalam sinetron ini yakni Latief Sitepu. Bagaimana Dia dalam membawakan peran antagonisnya dengan begitu apiknya sampai-sampai pemirsa masyarakat Indonesia pecinta sinetron keluarga yang bertema religi ini dibuatnya ikut masuk ke dalam emosi cerita yang Dia bawakan.

Sinetron yang merupakan akronim dari sinema elektronik atau bila di daerah Spanyol sana disebut dengan istilah telenovela, pada hakikatnya adalah serial drama sandiwara yang bersambung yang disiarkan di stasiun televisi, definisi ini saya kutip dari wikipedia. Sinetron pertama kali dicetuskan oleh Soemardjono (salah satu pendiri dan mantan pengajar di Institut Kesenian Jakarta). Sinetron menceritakan kehidupan masyarakat sehari-hari dengan diwarnai berbagai konflik yang seringkali berkepanjangan. Panjangnya konflik menyebabkan cerita semakin panjang, bisa sampai ratusan episode.

Sinetron yang tayang di televisi Indonesia saat ini banyak sekali bertemakan remaja dengan berbagai konflik percintaannya, bertemakan horor serta legenda yang sarat dengan animasi di dalamnya. Sayangnya tema-tema yang ada saat ini masih belum seluruhnya berhasil merepresentasikan tema yang mereka bawa dengan baik sebagai salah satu sarana pembelajaran yang baik bagi masyarakat. Banyak dari sinetron yang ditayangkan di televisi saat ini justru memberikan dampak yang kurang baik bagi masyarakat. Beberapa sebab yang menyebabkan masih kurang tepatnya pembelajaran yang diberikan antara lain dapat kita lihat dari adegan-adegan yang ada dalam sinetron dan dari penggiringan cerita oleh penulis yang seringkali karena memaksakan karena kejar tayang atau minat yang tinggi dari para pemirsa sehingga cerita dalam sinetron seringkali menjadi keluar dari jalur cerita sebelumnya, seringkali cenderung diulur dan terkesan dipaksakan. Hal tersebut menjadikan fokus cerita menjadi melebar dan banyak perulangan konflik di luar setting semula yang malah menjadikan cerita dalam sinetron menjadi cenderung mengada-ada atau tidak jelas.

Ada beberapa tips dalam menonton sinetron atau tayangan televisi yang lainnya agar dampak negatif dari sinetron atau tayangan tadi tidak berpengaruh signifikan dalam proses tumbuh kembang anak, minimal dapat sebagai filter :
1.  Dampingi putra-putri Anda saat menonton televisi. Di beberapa stasiun televisi sekarang sudah ada petunjuk mengenai tayangan yang mereka siarkan sesuai dengan tingkat usia yang mana, maka dari itu jeli-jelilah dalam memilih. Dengan kita menemani atau mengawasi tontonan putra-putri kita maka pertanyaan-pertanyaan yang timbul atas tayangan yang ditonton dapat kita arahkan langsung sehingga efek samping dari tontonan bila ada dapat kita antisipasi;
2.  Buatlah pembagian waktu, kapan waktu menonton televisi serta kapan belajar, bermain dan istirahat. Usahakan kita buat jadwal untuk anak-anak dan kita sendiri kapan waktu-waktu itu, tentunya disesuaikan dengan masing-masing aktivitas kita sehari-hari. Jadwal tadi kita tempel di tempat-tempat yang tepat yang mudah terlihat oleh kita sehingga bila kita lupa bisa langsung teringat karena melihatnya;
3. Konsistenlah dalam pelaksanaan jadwal pembagian waktu yang telah kita buat. Jadikanlah sebagai kebiasaan dan kebutuhan bukan hanya sebatas kewajiban. Dalam pelaksanaan jadwal/pembagian waktu yang telah kita buat dan telah kita tempelkan tadi perlu adanya konsistensi, disiplin dalam pelaksanaannya sesuai dengan jadwal yang telah kita buat. Hindari sikap permisif;
4.   Berikanlah keteladanan dalam aplikasinya di kehidupan sehari-hari. Keteladanan merupakan salah satu faktor yang utama dan dominan. Tentunya anak-anak kita akan melihat sosok/figur kita dalam segala perilaku pada kehidupan sehari-hari. Jadi berhati-hatilah dalam bertindak dan berperilaku di hadapan anak-anak kita sehari-hari, jangan sampai menjadi bumerang terhadap diri kita sendiri nantinya dan menjadikan dampak yang tidak baik untuk perkembangan anak-anak kita.

Selain filter yang dilakukan oleh para orang tua di lingkungan keluarga, diharapkan pula peran aktif para pemilik kebijakan dalam menyikapi hal ini. Perkembangan tayangan televisi, seperti sinetron misalnya yang memiliki pemirsa setia yang tidak sedikit jumlahnya dan cenderung terdapat fanatisme disana, harus senantiasa juga diperhatikan selain permasalahan seperti infrastruktur dan kepemerintahan lainnya karena pendidikan baik itu formal maupun non formal, salah satunya melalui media televisi sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan sikap dan perilaku masyarakat terutama bagi generasi muda penerus bangsa. Harus ada filter juga dari para pemilik kebijakan tentunya bekerja sama, bersinergi dengan pihak media sendiri, terutama elektronik dalam hal ini dan juga media cetak dan sebagainya.

Pemberitaan kriminal, tidak kekerasan dan infotainment/acara gosip yang marak ditayangkan di televisi secara tidak langsung telah mencuci otak para penikmat tayangan tersebut. Sekarang sudah sangat jarang sekali ditemui tayangan-tayangan pembangunan, pendidikan, dan tayangan yang memotivasi hal yang positif lainnya. Harapan kedepan pemberitaan, tayangan televisi dan media yang lainnya dapat lebih baik lagi, lebih positif, sebagai salah satu instrumen penting pendukung kesuksesan pembangunan serta perwujudan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan nasional Bangsa Indonesia yang begitu luhur dan mulia.  

0 Response to "Fenomena Haji Muhidin"

Posting Komentar